Minggu, 09 September 2012

Fatimah putri Rasululloh Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam(bag.2)


Sekalipun demikian melimpahnya kecintaan ini akan tetapi Nabi menjelaskan kepada putrinya dan juga yang lain agar senantiasa beramal dan berbekal takwa. Suatu hari beliau berdiri dan berseru:
“Wahai sekalian orang-orang Quraisy jagalah diri kalian, sesungguhnya aku tidak dapat membantu kalian di sisi Allah sedikitpun, wahai… wahai… wahai Fathimah binti Muhammad mintalah kepadaku hartaku yang kamu sukai, aku tidak dapat menolongmu dari kehendak Allah sedikitpun. “
Dalam riwayat lain:
“Wahai Fathimah binti Muhammad selamatkanlah dirimu dari neraka, karena sesungguhnya aku tidak kuasa memberikan madharat dan manfaat di sisi Allah. “[14]
Dari Tsauban ia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam masuk ke rumah Fathimah sedangkan ketika itu aku bersama beliau. Fathimah mengambil kalung emas dari lehernya seraya berkata, “Ini adalah kalung yang dihadiahkan Abu Hasan kepadaku.” Maka beliau bersabda:
“Wahai Fathimah apakah engkau senang jika orang-orang berkata, inilah Fathimah binti Muhammad sedangkan di tangannya ada kalung dari neraka?” Kemudian beliau memarahi Fathimah dengan keras dan menghardiknya, kemudian beliau keluar tanpa duduk terlebih dahulu. Maka Fathimah mengambil sikap untuk menjual kalungnya, kemudian hasilnya beliau belikan seorang budak wanita setelah itu beliau merdekakan. Tatkala hal ini sampai kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabdalah beliau:
“Segala puji bagi Allah yang telah menyelamatkan Fathimah dari neraka.” [15]
Maka kedudukan yang telah diraih oleh Fathimah radhiyallahu ‘anha di sisi ayahnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tersebut tidak manghalangi Rasulullah memarahinya, mencelanya bahkan mengancamnya dan bahwasanya sekali-kali Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak dapat menolong Fathimah dari kehendak Allah. Bahkan beliau juga memberikan ancaman, seandainya dia mencuri, maka akan ditegakkanlah hukum atasnya yakni hukum potong tangan. Sebagaimana disebutkan dalam hadits tentang seorang wanita al­Makhzumiyah yang mencuri kemudian kaumnya memintakan ampunan agar wanita tersebut bebas melalui Usamah bin Zaid bin Haritsah kekasih Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka beliau bersabda:
“Demi Allah seandainya Fathimah binti Muhammad itu mencuri, niscaya akan aku potong tangannya,” [16]
Bahkan lebih dari itu, dengan kapasitas kecintaan Nabi yang sangat mendalam kepada Fathimah, beliau lebih mendahulukan pemberiannya kepada orang-orang fakir dan yang membutuhkan daripada Fathimah, sekalipun beliau menghadapi sulit dan susahnya kehidupan. Ali radhiyallahu ‘anhu berkata kepada Fathimah radhiyallahu ‘anha, “Alangkah lelahnya engkau wahai Fathimah sehingga menyedihkan hatiku. Sungguh Allah telah memberikan tawanan kepada Rasulullah, maka mintalah kepada beliau satu tawanan saja yang akan membantumu dalam bekerja!” Fathimah menjawab, “Akan aku lakukan insya Allah.”
Kemudian Fathimah mendatangi Nabi tatkala beliau melihat kedatangannya beliau menyambutnya dan bertanya, “Ada keperlu­an apa engkau datang ke sini wahai anakku?” Fathimah menjawab, “Kedatanganku ke sini untuk mengucapkan salam buat ayah” Tiba-tiba beliau malu untuk mengutarakan permintaannya, maka beliau pulang dan kembali lagi bersama Ali lalu Ali menceritakan keadaan Fathimah kepada Nabi. Namun Rasulullah bersabda:
“Demi Allah aku tidak akan memberikan kepada kalian berdua sedangkan aku membiarkan ahlu shuffah dalam keadaan lapar, aku tidak mendapatkan apa-apa untuk aku infakkan kepada mereka, tapi aku akan menjual para tawanan tersebut dan hasilnya akan aku infakkan kepada mereka. “
Maka kembalilah mereka berdua ke rumahnya kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mendatangi keduanya. Beliau masuk rumah mereka dan mendapatkan keduanya sedang berselimut yang apabila ditutupkan kepalanya maka terbukalah kakinya dan apabila ditutupkan kakinya maka terbukalah kepalanya. Keduanya hendak bangkit untuk menyambut Nabi, namun beliau bersabda, “Tetaplah di tempat kalian berdua..! Maukah aku beritahukan kepada kalian tentang sesuatu yang lebih baik dari apa yang kalian minta kepadaku itu?” Mereka berdua menjawab, “Mau ya Rasulullah!” Kemudian beliau bersabda:
“Kuajarkan kepada kalian kata-kata yang diajarkan Jibril kepadaku, ‘Ucapkanlah setiap selesai sholat fardhu Subhanallah 10 kali, Alhamdulillah 10 kali, dan Allahu Akbar 10 kali. Apabila kalian hendak tidur maka bacalah Subhanallah 33 kali, Alhamdulillah 33 kali dan Allahu Akbar 34 kali. Hal itu adalah lebih baik bagi kalian berdua daripada seorang pembantu. “
Maka Ali radhiyallahu ‘anhu berkata, “Demi Allah, aku tidak meninggalkan kata-kata ini sejak beliau mengajarkannya kepadaku.” Salah seorang sahabat bertanya, “Tidak kau tinggalkan juga tatkala malam di perang shiffin?” Beliau menjawab, “Walaupun di malam perang shiffin.”[17]
Sungguh sayyidah Fathimah radhiyallahu ‘anha telah melalui banyak kejadian­-kejadian besar yang ruwet dan sangat keras, hal itu beliau alami sejak usia muda tatkala wafatnya ibu beliau, disusul kemudian saudara perempuannya yang bernama Ruqayyah, kemudian pada tahun 8 Hijriyah wafatlah kakaknya yakni Zainab dan pada tahun 9 Hijriyah menyusul kemudian wafatnya Ummi Kultsum.
Beliau juga menanggung hidup dalam kekurangan dan banyak mengalami kesulitan dan kesusahan. Akan tetapi seorang wanita yang dibina oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak akan bersedih hati terlebih lagi berputus asa. Bahkan beliau adalah profil dari wanita yang sabar, konsisten dan muhajirah.
Tatkala Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melakukan haji yang terakhir (Hujjatul wada’) dan telah meletakkan dasar-dasar Islam dan Allah telah menyempurnakan dienul Islam, Rasulullah menderita sakit. Manakala Fathimah mendengar berita tersebut beliau dengan segera pergi menemui ayahnya untuk menghibur dan menenangkan hatinya, sementara Rasululah shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika itu bersama Ummul Mukminin ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha.Pada saat Nabi melihat kedatangan putrinya, dengan riang gembira beliau bersabda, “Selamat datang wahai putriku.” Kemudian beliau menciumnya dan mendudukkannya di kanannya atau di kirinya, kemudian Nabi membisikkan sesuatu kepadanya sehingga membuat Fathimah menangis dengan tangisan yang memilukan, namun ketika Nabi melihat kesedihannya beliau membisikkan kepadanya untuk yang kedua kali sehingga menyebabkan Fathimah tertawa. Aisyah berkata, ‘Rasulullah mengistimewakan engkau dari seluruh wanita anggota keluarganya dalam hal yang rahasia, tapi kamu malah menangis?” Tatkala Rasulullah sedang berdiri, ‘Aisyah bertanya, “Apa yang Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam katakan kepadamu?” Fathimah menjawab, “Aku tidak akan menyebarkan rahasia Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.”
`Aisyah berkata, “Ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam wafat aku berkata kepada Fathimah, aku bertekad agar engkau menceritakan kepadaku tentang apa yang telah dikatakan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam kepadamu.” Fathimah berkata, “Adapun sekarang, baiklah aku ceritakan. Pada saat beliau membisiki aku yang pertama, beliau mengatakan bahwa biasanya Jibril memeriksa bacaan Qur’annya sekali dalam setahun, akan tetapi sekarang Jibril memeriksa bacaannya dua kali dan beliau merasa ajalnya sudah dekat. Maka takutlah kepada Allah dan bersabarlah, sesungguhnya aku adalah sebaik-baik penghulu bagimu.” Maka aku menangis dengan tangisan yang engkau lihat. Tatkala beliau melihatku sedih, beliau membisiki aku untuk yang kedua kalinya, beliau bersabda:
“Wahai Fathimah relakah engkau menjadi ratu bagi para wanita di surga? Dan engkau adalah anggota keluargaku yang paling cepat menyusulku. “
Mendengar kabar tersebut maka aku tertawa.[18]
Semakin bertambahlah rasa sakit yang di derita oleh Rasulullah dan bertambah sedihlah Fathimah. Beliau berdiri disamping ayahnya untuk menjaga dan membantu beliau serta berusaha untuk bersabar. Akan tetapi manakala Fathimah melihat ayahnya nampak berat dan mulai kesakitan, Fathimah menangis tersedu-sedu dan berkata dengan suara lirih menandakan kesedihan, “Sakit wahai ayah..?” Maka beliau bersabda:
“Tidak ada sakit lagi bagi ayahmu setelah hari ini.”
Tatkala beliau wafat Fathimah berkata, “Wahai ayah engkau telah memenuhi panggilan Rabb-mu… wahai ayah surga firdaus adalah tempat tinggalmu … wahai ayah kepada Jibril kami beritahukan wafatmu.”
Ketika Nabi Alaihis shalatu wassalam dikubur, Fathimah berkata, “Wahai Anas bagaimana kalian tega menimbun ayah dengan tanah?”[19] Maka menangislah az-Zahra’ ibu dari ayahnya dan menangislah kaum muslimin seluruhnya atas kematian Nabi dan Rasul Muhammad dan mereka ingat firman Allah:
“Muhammad itu tidak lain hanyalah seorang Rasul, sungguh telah berlalu sebelumnya beberapa orang Rasul. ” (QS. Ali Imran: 144).
Dan juga firman Allah:
“Kami tidak menjadikan hidup abadi bagi seorang manusiapun sebelum kamu (Muhammad), maka jikalau kamu wafat, apakah mereka akan kekal?” (QS. al-Anbiya’: 34)
Tidak beberapa lama kemudian setelah wafatnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam kira-­kira enam bulan, az-Zahra’ sakit namun dirinya bergembira dengan kabar gembira yang telah dikabarkan oleh ayahanda beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam, bahwa dirinya adalah anggota keluarga pertama yang akan bertemu dengan Nabi, dan berpindahlah Fathimah keharibaan Allah pada malam Selasa pada tanggal 3 Ramadhan 11 Hijriyah tatkala beliau berumur 27 tahun.
Semoga Allah merahmati az-Zahra’ Raihanah (bunga yang harum) putri dari penghulu anak Adam, istri dari penghulu para prajurit penunggang kuda dan ibu dari Hasan dan Husein bapaknya para syuhada’ dan ibu dari Zainab pahlawan Karbala.
Sungguh az-Zahra’ telah memberikan teladan yang istimewa bagi kita, profil yang paling tinggi dalam hidupnya dan sungguh beliau adalah contoh yang paling tinggi sebagai istri shalihah yang bersabar menghadapi kesulitan dan kesempitan hidup. Beliau juga merupakan tokoh paling ideal dalam bergaul dengan tetangga dan kerabat-­kerabatnya. Beliau adalah qudwah dalam menasihati umat dan pemberi arahan bahkan bagi anggota keluarganya.
Nah kami mendapati perjalanan hidup az-Zahra’ yang harum dengan sya’ir yang bagus yang dibuat oleh penyair Pakistan Muhammad lqbal dengan judul “Fathimah az-Zahra”‘.
Foot Note:
[14] HR. al-Bukhari dalam Tafsir Suratusy Syu’ara’ pada bab: Dan Berilah Peringatan kepada Kerabatmu yang Dekat (VI/16) dan Muslim dalam AI-Iman pada bab: Firman Allah Ta’ala, ”Fa andzir `asyiratakal aqrabiin”, no. 206.
[15] HR. an-Nasa’i dalam az-Zinah (VIII/158) dan al-Hakim (111/152-153).
[16] HR. al-Bukhari dalam kitab al-Hudud pada bab: Menerapkan Sangsi bagi yang Berkedudukan Mulia dan yang Lemah (VIII/16) dan Muslim dalam al-Hudud pada bab: Potong Tangan bagi yang Berkedudukan Mulia dan yang Lain, no. 1688.
[17] Al-Ishabah (VIII/159) dan inti hadits dalam Shahih Muslim dan lafadznya bermacam-macam dalam kitab Dzikir wad Du’a’ pada bab: Tasbih di Awal Siang dan Tatkala Hendak Tidur. no. 2727-2728.
[18] HR. al-Bukhari dalam al-Maghazi pada bab: Sakit dan wafatnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam (V/137) dan Muslim dalam Fadha’ilush Shahabah pada bab: Keutamaan Fathimah binti Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam, no. 2450.
[19]  HR. al-Bukhari dalam al-Maghazi pada bab: Sakitnya Nabi dan Wafat Beliau (V/137).
Sumber: “Mereka Adalah Para Shahabiyah”, Mahmud Mahdi al Istanbuli & Musthafa Abu an Nashir asy Syalabi, Penerbit at Tibyan
Artikel: www.kisahislam.net

Tidak ada komentar:

Posting Komentar